[KAJIAN] Jatinangor: Dari Sebuah Perkebunan Menjadi Kawasan Pendidikan Tinggi
Jatinangor pada awalnya merupakan salah satu kawasan yang berada di Kecamatan Cikeruh Kabupaten Sumedang. Dahulu Jatinangor adalah bekas perkebunan Djati Nangor (seluas kurang lebih 600 hektar) dibawah perusahaan bernama Cultuur Ondernemingen van Maatschappij Baud yang berdiri tahun 1841. Milik seorang tuan tanah bernama Baron W.A. Baud atau lebih terkenal di masyarakat dengan sebutan Baron Baud. Perusahaan ini memiliki beberapa perkebunan selain di Jatinangor yaitu di Ciumbuleuit, Cikasungka Bandung, Pamegatan Garut, Jasinga dan Buitenzorg atau Bogor. Pada awalnya tanaman yang dibudidayakan di Jatinangor adalah tanaman Teh akan tetapi kemudian diganti dengan tanaman Karet pada masa kemerdekaan
Khusus untuk nama Jatinangor, nama itu baru diberikan pada perkebunan tersebut saat dibuka, nama itu diambil berdasarkan tanaman sejenis rumput yang banyak tumbuh di daerah tersebut. Tanaman sejenis rumput itu memiliki nama latin Alternanthera amoena. Saat Baron Baud datang ke daerah itu, ditemukan banyak tumbuh rumput tersebut
Pada awal penulisan Jatinangor adalah Djati Nangor. Kemudian daerah itu bernama kampung Cikiruh yang kemudian ditingkatkan jadi onderdistrict Cikeruh yang termasuk dalam district (kawedanan) Tanjungsari (sekarang Cikiruh berubah menjadi desa Cikeruh dan kemudian jadi kecamatan Cikeruh). Sedangkan nama Jatinangor adalah nama perkebunan milik Baron Baud seluas kurang lebih 600 hektar tersebut .
Perkebunan Jatinangor diambil alih Pemerintah Pendudukan Jepang dan kemudian diambil alih oleh Pemda Jawa Barat ketika Indonesia merdeka. Ketika Masa Pendudukan Jepang, Perkebunan Jatinangor tidak terurus. Perkebunan berhenti berproduksi
Memasuki tahun 1950-an tanah bekas perkebunan ini ditanami Karet dan menjadi milik pemerintah daerah Jawa Barat. Walaupun demikian administratur perkebunan masih dijabat oleh orang Belanda hingga perkebunan tersebut dinasionalisasi. Pada saat perkebunan dinasionalisasi baru administratur dijabat oleh orang-orang Indonesia
Pada tahun 1980 Jatinagor ditetapkan sebagai kota pendidikan tinggi an sesuai dengan konsep pengembangan wilayah pembangunan (PWP) Bandung Raya. Penetapan tersebut membawa resiko berubahnya Kecamatan Cikeruh dari status kecamatan bernuansa pedesaan dengan dominasi pertanian menjadi suatu kawasan kota yang dipadati oleh kawasan terbangun dan struktur binaan.
Secara hirarkis Jatinangor ditetapkan sebagai sub-pusat (sub-centre) yang mempunyai fungsi sebagai pembangkit pertumbuhan lokal dan pusat pendidikan dalam penataan Kawasan Metropolitan Bandung. Untuk mendukung fungsi tersebut, Jatinangor ditetapkan sebagai kawasan pendidikan tinggi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor : 583/SK-PIK/1989. Dengan kebijakan tersebut, dipindahkan empat perguruan tinggi dari Bandung ke Jatinangor yaitu : Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN), Universitas Padjadjaran (UNPAD), Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Universitas Winaya Mukti (UNWIM).
Selanjutnyan “Jatinangor” ditetapkan sebagai “kecamatan” yang sebelumnya bernama Kecamatan Cikeruh melaui Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 51 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan serta Keputusan Bupati Sumedang Nomor 6 Tahun 2001 tentang Penetapan Desa dan Kelurahan dalam Wilayah Kecamatan di Kabupaten Sumedang. Pergantian nama tersebut disahkan pada tanggal 24 Februari 2001 sehubungan dengan pemekaran kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sumedang dari 18 kecamatan menjadi 26 kecamatan.
Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Perguruan Tinggi Jatinangor Tahun 2000 – 2010, kawasan pendidikan tinggi Jatinangor adalah kawasan yang meliputi delapan desa dari duabelas desa yang termasuk Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang yaitu:
- Desa Cikeruh
- Desa Hegarmanah
- Desa Cilayung
- Desa Cibeusi
- Desa Sayang
- Desa Cipacing
- Desa Jatiroke
- Desa Cileles
serta dua desa yang termasuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, yaitu:
- Desa Cileunyi Wetan
- Desa Cileunyi Kulon.
Penetapan fungsi Jatinangor sebagai kawasan pendidikan tinggi mempengaruhi perkembangan kota tersebut dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi bukan hanya karena masuknya civitas akademika tetapi juga karena migrasi pelaku kegiatan perdagangan dan jasa. Dahulu Jatinangor merupakan kawasan perdesaan yang didominasi oleh pertanian. Beberapa desa mengalami perubahan ke arah ekonomi yang lebih beragam. Sebagai contoh, di Desa Cipacing selain pertanian, berkembang pula industri dan kerajinan rumah tangga.