Diskusi Publik #1 – “Kemelut Komunikasi Publik Pemerintah Di Tengah Pandemi”

Didasari pada kekhawatiran masyarakat mengenai belum tepatnya teknik komunikasi publik yang dilakukan pemerintah terkait pandemi global Covid-19, memicu Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM Bima Fikom Unpad Kabinet Pancarona mengadakan diskusi publik untuk saling bertukar pendapat mengenai hal tersebut pada hari Rabu, 28 April 2020. Diskusi yang dilakukan secara daring melalui media Google Meet ini menghadirkan Riezal Ilham Pratama (Ketua BEM Kema Unpad) dan Daniel Rexa Faraz (Ketua BEM Bima Fikom Unpad) sebagai pemantik. Alur diskusi ini dipimpin oleh Sabrina Mulia Rhamadanty selaku moderator.

Diskusi dimulai dengan pemaparan materi oleh kedua pemantik pada pukul 15.50 WIB. Materi yang diberikan membahas komunikasi publik dari pemerintah secara garis besar, namun kemudian dipersempit ruang lingkupnya sesuai dengan fokus studi masing-masing pemantik—Riezal selaku mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan dan Daniel selaku mahasiswa program studi Jurnalistik. Pemaparan materi dilakukan yang dengan teknik yang menarik dan mampu menarik perhatian audiens ini berakhir pada pukul 16.35 WIB, dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab bersama audiens.

Sesi tanya-jawab dibuka dengan pertanyaan dari Rama Wijaya. Pertanyaan dari beliau ialah “bagaimana cara mahasiswa menyampaikan kritik dan saran ke pemerintah dalam situasi pandemi global Covid-19 tanpa harus terdampakan tindakan represif pemerintah?” Pertanyaan dijawab oleh pemantik bahwa mahasiswa harus mampu memanfaatkan segala hal yang dimiliki, misalnya media sosial. Dengan cara yang tepat dan akurat, kritik dan saran mahasiswa akan mampu terdengar oleh pemerintah. Namun, kritik tersebut harus mempunyai dasar yang kuat dan disampaikan dengan bahasa yang elegan agar tidak menimbulkan kontroversi—tegas dan sopan namun menohok. Cara lain selain media sosial ialah dengan mengirimkan tulisan/artikel mahasiswa ke media, agar konten yang terdapat dalam tulisan tersebut juga mampu menjadi media edukasi pada masyarakat.

Pertanyaan kedua datang dari Yoga Hediasa, dan dikhususkan kepada Riezal, selaku mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan. Yoga menanyakan langkah-langkah agar komunikasi publik yang diberikan pemerintah mampu tersinkronisasi. Menurut Riezal, harus adanya pembenahan sistem dari pihak pemerintah. Birokrasi yang ada tidak boleh kaku. Pemerintah juga harus membentuk tim/satuan tugas yang secara subtansi mampu memahami situasi dan juga memahami bidangnya masing-masing agar solusi mampu timbul dengan pertimbangan berbagai sudut pandang. Yoga lanjut menanyakan, mengapa masih munculnya peraturan yang tidak mengatasnamakan Satgas Covid-19, yang dijawab oleh Riezal karena belum adanya sinkronisasi dari pemerintah karena minimnya wewenang yang dimiliki Satgas Covid-19. Mereka hanya berfungsi sebagai dapur kebijakan, bukan pembuatan kebijakan. Karena itulah, kadang timbul perbedaan kebijakan dari pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah sehingga masalah kebijakan ini menjadi kompleks. Dilanjutkan dengan pendapat dari Noval Suciandoko, yang mengatakan bahwa memang birokrasi harus dirampingkan lagi—mengingat kondisi krisis, sehingga alur keluar-masuk pesan tidak sulit.

Diskusi dilanjutkan dengan pertanyaan Noval perihal bagimana langkah yang baik untuk mengkritik dengan data dan sumber yang kredibel. Pertanyaan dijawab oleh keua pemantik, bahwa ketika kita melontarkan kritik, jangan menyerang satu pihak. Kritik harus disampaikan melalui “jalan tengah”, yaitu menunjukkan dan menjelaskan sisi baik-buruk kedua pihak. Yang harus dihindari ialah menjadi pihak yang objektif, karena mampu memunculkan polarisasi di tengah masyarakat.

Mengingat keterbatasan waktu, maka pertanyaan terakhir sudah dilontarkan oleh Imam Kholilu, yang menanyakan tentang langkah apa yang seharusnya dilakukan pemerintah mengingat banyak masyarakat yang dianggap belum “siap” menghadapi kebijakan. Hal ini dijawab oleh Daniel yang setuju dengan pernyataan bahwa masyarakat Indonesia memang belum “siap”, terlebih daerah yang mayoritas penduduknya berasal dari masyarakat kalangan menengah ke bawah. Namun, pemerintah juga belum melakukan suatu langkah khusus guna menyelesaikan permasalahan ini. Karena itulah, dibutuhkan strategi komunikasi yang efektif. Ditambahkan oleh Daniel, carayang efektif untuk menjaga masyarakat agar mampu menaati kebijakan adalah dengan memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat untuk kelangsungan hidup. Hal ini disetujui oleh Fariza Rizky yang menyatakan bahwa pada komunikasi publik yang dilakukan oleh pemerintah, terdapat narasi anti-sains (terlihat dari pesan yang disampaikan oleh Terawan, Menteri Kesehatan Republik Indonesia). Narasi menggunakan sains sendiri seharusnya sangat krusial, tetapi pemerintah memilih untuk tidak menggunakannya, sehingga hal ini sangat menarik dan perlu adanya pengkajian lebih lanjut.

Menjelang pukul 17.30 WIB, sesi tanya-jawab pun akhirnya ditutup, mengingat ketika diskusi dilaksanakan, sedang berjalan ibadah puasa Ramadhan bagi umat Muslim, sehingga audiens mempunyai waktu untuk menyiapkan hidangan berbuka. Diskusi pun resmi ditutup setelah kedua pemantik menyampaikan kesimpulan. Kesimpulan menyampaikan bahwa pemerintah harus mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang baik dalam krisis, yaitu adanya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, dengan langkah-langkah yang realistis. Komunikasi publik yang dilakukan juga seharusnya transparan. Tanpa adanya transparasi informasi, mampu menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat, sehingga akan muncul kemungkinan masyarakat tidak menghiraukan kebijakan dari pemerintah. Ketidakpedulian ini mampu berdampak signifikan karena masyarakat yang tidak mematuhi kebijakan mampu membuat program penyelesaian masalah berjalan lebih lambat, atau bahkan gagal sama sekali.

Intisari Diskusi Publik

  1. Perlu adanya sinkronisasi kebijakan dari internal pemerintah agar tak muncul kebijakan-kebijakan yang saling berlawanan.
  2. Diperlukannya strategi komunikasi yang lebih baik dari pemerintah agar mampu menjangkau masyarakat dari seluruh kalangan.
  3. Sebagai mahasiswa, ketika ingin melontarkan kritik dan saran, pendapat kita harus mempunyai dasar yang jelas dan disampaikan dengan cara yang elegan.
  4. Perlu adanya transparansi dalam komunikasi publik yang dilakukan pemerintah agar kepercayaan publik mampu didapatkan.