Indonesia di Hadapan New normal
Sudah tiga bulan, kurang lebih, sejak pertama kali Indonesia mengonfirmasi bahwa Covid-19 hadir di antara kita. Kehidupan yang sebelumnya berjalan seperti biasanya, kini berpusat pada kegiatan #dirumahaja. Hadirnya Covid-19 ini pun tidak berpengaruh hanya pada sektor kesehatan saja, melainkan semua sektor yang ada. Ia juga tidak mengenal tingkatan umur, ekonomi, sosial ataupun politik. Kehadirannya tanpa permisi di mana pun, pada siapa pun dan kapan pun.
Terhitung dua bulan, kurang lebih, sejak pertama kali Indonesia memperkenalkan istilah PSBB kepada rakyatnya melalui penerapannya di DKI Jakarta. Sejak hari itu sampai per 6 Mei 2020, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat ada 42.529 kasus teguran polisi terhadap pelanggar aturan PSBB di Jakarta (Prireza, 2020). Hal tersebut menandakan bahwa masih banyak pihak yang belum benar-benar melaksanakan PSBB ini dengan baik. Terlepas dari siapa yang paling salah di posisi ini, agaknya semua pihak pantas berintrospeksi diri.
Indonesia adalah negara besar, dengan beragam jenis pemahaman masyarakatnya tentang Covid-19. Hal ini tentu menjadi pertimbangan yang besar pula bagi pemerintah tiap kali menentukan kebijakan. Namun sayangnya, pemerintah dewasa ini terlalu sering terkesan plin-plan baik dalam menentukan kebijakan maupun penerapannya. Sudah banyak terhitung kasus-kasus pihak pemerintah melakukan komunikasi yang buruk dalam menyampaikan kebijakan dan penerapan yang tidak tegas di lapangan perihal Covid-19 ini.
Waktu yang dilewati bersama hadirnya kasus Covid-19 ini juga bukan lagi sedikit. Sudah banyak pihak yang mulai resah akan keadaan yang tidak kunjung baik. Masyarakat mulai membutuhkan kestabilan ekonomi di keluarganya dan mereka pun mulai butuh kestabilan psikologi dalam kesehariannya. Karena tak bisa dipungkiri bahwa bantuan ekonomi pemerintah tak bisa memberikan kedamaian yang nyata dan kenyataannya juga banyak pengaruh karantina selama masa pandemi ini terhadap kondisi mental masyarakat.
Oleh karena itu, hari-hari ini kita mulai berusaha memosisikan diri dengan keadaan. Bagaimana kita menentukan apakah benar harus keluar rumah atau tidak, bagaimana kita berperilaku di luar rumah bahkan memilih masker mana yang cocok untuk dipakai hari ini. Kita sama-sama tahu dan paham, bahwa pada akhirnya sikap kita harus dewasa menghadapi pandemi ini. Maka dikenalkan kita dengan istilah baru lagi sekarang. The new normal
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa bangsa Indonesia akan mulai memasuki tatanan new normal. Menurut beliau bahwa new normal merupakan situasi di mana kita harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Argumentasinya adalah bahwa virus ini memang tak akan hilang.
“Berdampingan itu justru kita tidak menyerah, namun menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan,” jelas Pak Jokowi. (Idris, 2020).
Lalu bagaimana kiranya the new normal ini akan hadir di masyarakat dari segi kesehatan? Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Indah Fitriani, SpPD menyampaikan bahwa kehidupan akan dijalani tiap pribadi dengan rutinitas yang berubah drastis ke depannya. Berbagai kebiasaan baru akan kita jumpai di masyarakat. Sebut saja apabila hendak keluar rumah maka kita akan memakai masker, kerumunan di masyakat akan berkurang, orang-orang yang di luar rumah akan saling menjaga jarak dan kebiasaan bebersih di masyarakat pun akan berubah. Perilaku hidup sehat seperti cuci tangan akan lebih diperhitungkan masyarakat. (Sukardi, 2020)
Sebagai bagian dari akademisi, tak luput kita pun harus memikirkannya dari segi pendidikan. Masa pandemi ini mengajarkan kita tentang pola belajar baru, yaitu pelaksanaan yang lebih jarang tatap muka langsung, melainkan menggunakan jalur daring. New normal ini mengingatkan pada tiga pusat pendidikan dalam berkolaborasi erat demi tercapainya tujuan pendidikan yang pernah diungkap oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu sekolah (guru), rumah (orang tua) dan lingkungan (masyarakat) (Wiratma, 2020). Dengan #belajardarirumah agaknya sangat menyadarkan kita bahwa banyak yang perlu disiapkan Indonesia demi mewujudkan pendidikan yang maju. Setidaknya ada beberapa garis besar seperti orang tua yang harus siap mendampingi proses pembelajaran anaknya, para peserta didik dari SD sampai kuliah yang harus bersahabat baik dengan teknologi, dan sampai meratanya kualitas sarana prasarana yang wajib disediakan oleh pemerintah sejauh ini.
New normal ini juga perlu dipertimbangkan dengan matang. Muhammad Adib Khumaidi selaku Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga menegaskan, “Harus dihitung dengan benar, kalau tanpa perhitungan benar, bukan tidak mungkin akan terjadi lonjakan kasus yang tinggi.” (Supriatin, 2020). Kenyataan di lapangan, memang membuat banyak masyarakat khawatir. Apalagi jika kita berkaca dari kebijakan PSBB yang tidak jelas bentuknya. Hal ini juga terkesan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah, sampai beberapa di antara mereka memplesetkan PSBB ini sebagai sebutan-sebutan seperti “Prank Suka-suka Berskala Besar”, “Pemerintah Suka Bikin Bingung”, “Protokal Satu Bingungnya Bejibun”, dan lain sebagainya.
Dengan keadaan ini hendaknya pemerintah harus mencatat beberapa poin penting apabila hendak menyampaikan dan menerapkan sebuah kebijakan kepada publik, yaitu pemerintah harus evaluasi besar-besaran. Diakui atau tidak, kenyataannya PSBB ini belum diterapkan dengan baik. Pemerintah terkesan sama sekali tidak tegas. Masyarakat diminta di rumah saja, pasar-pasar ditutup, usaha-usaha mikro pun dilarang buka, namun kenyataannya mall-mall dibuka dengan minim ketegasan, orang-orang masih banyak berkerumunan tanpa penindakan, komunikasi berlawanan antara pihak pemerintah satu dengan yang lain, dan lain sebagainya.
Kedua, dengan munculnya kebijakan pelonggaran PSBB beriringan dengan mulai dikenalnya new normal di masyarakat, agaknya pemerintah harus lebih jelas lagi menerapkan konsep dan membangun kepercayaan masyarakat. Faktanya, pemikiran pelaksanaan budaya hidup sehat di masyarakat akan lebih baik juga perlu dilihat dari kesiapan masyarakat dalam bersosialisasi dan mencari nafkah demi pemenuhan kondisi ekonomi. Sikap hidup sehat yang digadang-gadang akan memberikan kebaikan bisa saja hanya mimpi belaka jika pada akhirnya masyarakat yang panik akan kondisi ekonominya kemudian menghalalkan segala cara yang kurang sehat dalam mencari nafkah.
Ketiga, pembangunan ekonomi demi menjaga roda kehidupan bangsa harus disampaikan tanpa meninggalkan simpati pada kondisi masyarakat. Pemerintah periode ini sering menegaskan tentang bagaimana Indonesia harus berhati-hati dengan ekonomi, namun dalam berkomunikasi seringkali terlalu minim simpati. Padahal, banyak kepanikan di masyarakat namun seakan-akan kepentingan ekonomi hanya menjadi satu-satunya kepentingan di masyarakat. Pemerintah harusnya menilai ini dari multisektor. Oh iya, tentu mengenai pertimbangan ini penulis yakin memang sudah dipikirkan secara multisektor, tapi cara berkomunikasi pemerintah yang minim gambaran multisektor. Pemanfaatan media harusnya bukan hanya dalam memberikan kabar terbaru, namun juga memberikan ketenangan bagi rakyat Indonesia. Jangan sampai masyarakat berpikir bahwa pemerintah itu mentalnya kapitalis, segala kebijakan hanya berpikir untung rugi ekonomi saja.
Selain pemerintah, masyarakat juga harus disiplin. Tidak asing bahwa sering kita melihat ungkapan “Indonesia bukan hanya menghadapi pandemi, tapi juga kebodohan dan kurangnya literasi.” Maka perlu pelopor-pelopor di masyarakat yang berperan aktif membantu mensosialisasikan kedisiplinan dalam masa pandemi ini. Segenap relawan-relawan kebaikan juga wajib dihargai dengan layak dan terus diberikan tempat terbaik di masyarakat. Semoga dengan sinergisasi dari berbagai pihak, pandemi ini lekas berakhir, dan the new normal menjadi harapan baru bagi peradaban yang lebih baik.
Oleh: Imam Kholilu Rohman
Daftar Pustaka
Idris, M. (2020, Mei 25). Retrieved from kompas.com: https://money.kompas.com/read/2020/05/25/090300826/panduan-lengkap-penerapan-new-normal-yang-wajib-dipatuhi-perusahaan?page=all
Prireza, A. (2020, Mei 6). Retrieved from tempo.co: https://metro.tempo.co/read/1339544/psbb-di-jabodetabek-polisi-catat-42-529-pelanggaran-berkendara/full&view=ok
Sukardi, M. (2020, Mei 24). lifestyle. Retrieved from okezone.com: https://lifestyle.okezone.com/read/2020/05/24/481/2218913/bagaimana-new-normal-akan-terjadi-dari-kacamata-dokter-penyakit-dalam
Supriatin. (2020, Mei 25). Retrieved from merdeka.com: https://www.merdeka.com/peristiwa/tanpa-perhitungan-matang-new-normal-bisa-picu-ledakan-covid-19.html
Wiratma, A. (2020, Mei 2). Retrieved from inews.id: https://www.inews.id/news/nasional/belajar-dari-covid-19-new-normal-pendidikan?page=all