Posts

Words of Thoughts: Social Isolation: Mengingat Satu Tahun Pengasingan Diri

Tidak terasa sudah lebih dari satu tahun kita menghadapi pandemi yang menyebabkan kita harus mengisolasikan diri di tempat tinggal kita masing-masing. Tidak dapat beraktivitas seperti biasa terkadang membuat kita lebih mudah cemas, tidak dapat berpikir dengan jernih, dan berbagai dampak lainnya. Namun mengisolasi diri menjadi satu-satunya opsi untuk manusia untuk bertahan hidup khususnya di situasi ini.

Di tengah situasi yang sedang kita hadapi sampai sekarang yaitu social distancing, atau PSBB, atau istilah lainnya yang diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia kepada kita, kalian pasti pernah mendengar istilah isolasi yang digunakan sebagai kosa kata yang bermakna untuk mengurung diri dan mengurangi kontak serta tidak berinteraksi untuk sementara dengan orang lain.

Tetapi jauh sebelum kita menghadapi situasi ini, sudah banyak orang yang mempraktikkan isolasi ini namun dalam sebuah konteks yang berbeda dengan situasi ini. Banyak orang yang mempraktikkan hal ini karena berbagai macam alasan yang beragam seperti disebabkan karena kekerasan yang pernah mereka alami sehingga menyebabkan trauma, krisis dalam lingkungan sosial terdekat seperti keluarga, kehilangan orang terdekat, ataupun kecanggungan sosial yang dirasakan saat berinteraksi dengan orang lain.

Hal ini dikenal sebagai social isolation, peristiwa ini dapat terjadi pada segala jangka umur, dari muda hingga tua tentu dengan gejala yang berbeda dari tiap pengelompokan umur tersebut. Masa remaja merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena kondisi ini dimana remaja lebih sensitif terhadap kehidupan sosial serta berbagai tuntutan yang ada di dalam masyarakat. 

Namun hal ini tak menutup kemungkinan orang yang lebih tua tidak terkena kondisi ini, seperti pada beberapa kasus yang terjadi pada orang tua di beberapa negara, hal ini disebabkan oleh perceraian dengan pasangan, tidak memiliki kerabat dekat yang merawat, trauma yang disebabkan berbagai hal yang terjadi di masyarakat dan berbagai hal lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian dari John T. Cacioppo dan Louise Hawkley, social Isolation dapat berdampak kepada berbagai aspek dalam kehidupan orang yang melakukan tindakan isolasi ini, seperti penurunan kemampuan kognisi secara drastis, meningkatnya kognisi yang negatif dan bersifat depresif, meningkatnya kepekaan terhadap ancaman sosial, dan munculnya bias konfirmasi untuk perlindungan diri dalam bentuk kognisi sosial.

Secara umum, social isolation dapat menyebabkan seseorang merasakan kesepian, rasa takut terhadap orang lain, dan juga merasa dirinya tidak berharga. 

Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki sebuah istilah khusus untuk orang yang melakukan praktik ini dengan sebutan hikikomori, dimana orang yang melaksanakan praktik (pada umumnya remaja dan orang dewasa) ini menarik diri dari masyarakat dan mengisolasi diri dalam tingkat yang tinggi.

Dalam berbagai kasus, isolasi yang dilakukan kadang memiliki resiko yang tinggi seperti dampak yang sebelumnya sudah disampaikan, yaitu menurunnya kemampuan kognisi. Terkadang seseorang akan kesulitan melakukan interaksi dengan orang lain seperti semula. 

Saya sendiri sebagai penulis pernah bertemu dengan beberapa orang yang melaksanakan praktik ini, mereka cenderung berkata bahwa mereka merasakan tekanan saat berinteraksi dengan orang lain, seperti rasa yang mencekam dan tidak nyaman saat kembali bergabung dengan masyarakat.

Jelas membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan kondisi ini, karena orang yang melaksanakan praktik ini kehilangan rasa kepercayaan diri dan kemampuan kognisi sosial dalam porsi yang sangat besar bahkan dapat bersifat permanen. 

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memulihkan kondisi ini, salah satunya adalah menghubungi profesional yang mampu membantu mengatasi hal ini seperti psikolog dan psikiater dalam upaya terapi, namun hal ini tidak bersifat instan seperti yang banyak orang pikirkan. Terapi membutuhkan waktu yang lama untuk memiliki efek dan membantu pulih, tentu dorongan dalam diri juga merupakan hal yang penting untuk membantu pulih dari kondisi ini.

Namun bukan berarti orang terdekat tidak dapat membantu orang yang terkena dampak dari social isolation untuk pulih dari kondisi ini, orang terdekat dapat membantu dengan memberikan dukungan sosial yang dibagi menjadi 4 jenis yakni sebagai berikut; Pertama, menjadi appraisal support, yang berfungsi untuk membantu seseorang memecahkan masalah sosial yang dihadapi dengan contoh konkritnya seperti menjadi tempat keluh kesah dari orang yang mengalami kondisi ini.

Kedua, menjadi tangible support yang menjadi bantuan dalam menyelesaikan permasalahan orang yang terkena kondisi tersebut dengan memberikan bantuan berbentuk barang atau lainnya. Ketiga adalah self esteem support, yaitu dukungan yang bertujuan untuk meningkatkan rasa harga diri dan dapat menerima diri sendiri kembali seperti semula. Dan yang terakhir adalah belonging support yang merupakan dukungan untuk memberikan seseorang rasa nyaman dan keterlibatan dalam suatu kelompok yang dapat membantu orang tersebut kembali dapat berinteraksi seperti semula.

Sehingga kita dapat mendapatkan kesimpulan, bahwa sebagai manusia kita tidak dapat hidup sendiri karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Mungkin dalam situasi yang kita hadapi, isolasi adalah sesuatu hal yang necessary, namun jangan sampai lupa untuk berinteraksi dengan orang terdekat kita. Utamanya, untuk mengenang satu tahun kita harus menjaga jarak, mengasingkan diri, dan menatap muka melalui layar pemancar radiasi, kita harus mensyukuri betapa berharganya momen sebelum pengasingan massal ini.

“Why do people have to be this lonely? What’s the point of it all? Millions of people in this world, all of them yearning, looking to others to satisfy them, yet isolating themselves. Why? Was the earth put here just to nourish human loneliness?”

-Haruki Murakami-

Oleh: Yohanes Stephen, Ilmu Komunikasi 2018