Posts

Konflik Manusia dengan Satwa Liar

Oleh: Bagas

Pertumbuhan penduduk yang pesat serta peningkatan kebutuhan yang tinggi menyebabkan peningkatan permintaan terhadap sumber daya alam meningkat drastis. Eksploitasi yang dilakukan manusia terhadap sumber daya alam menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, pembabatan habitat satwa liar, hingga perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal. Hal ini menciptakan ruang konflik bagi manusia dengan satwa liar.

Di Indonesia sendiri, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan masih terus terjadi. Eksploitasi yang dilakukan menyebabkan hutan menjadi gundul sehingga rentan terjadi bencana alam, seperti kebakaran hutan, banjir bandang, dan tanah longsor. Dampaknya, satwa liar kehilangan tempat untuk berlindung serta kesulitan dalam mencari makanan untuk bertahan hidup. Karena kondisi habitat alaminya yang sudah dieksploitasi, mereka mencari makanan di area sekitar hutan atau mereka akan masuk ke daerah pemukiman yang berada di sekitar hutan. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat dengan munculnya satwa-satwa liar di daerah pemukiman warga. Kekhawatiran tersebut disebabkan karena ketakutan masyarakat bahwa satwa liar akan melukai mereka dan juga kerusakan lahan pertanian dan perkebunan oleh satwa liar yang mencari makanan. 

Untuk mengantisipasi hal tersebut, banyak dari warga yang memasang jerat untuk mencegah masuknya satwa liar ke dalam pemukiman. Namun, pemasangan jerat justru membahayakan bagi manusia dan juga satwa liar. Pemasangan jerat listrik kerap menewaskan warga yang tidak sengaja menyentuhnya. Pemasangan jerat juga meningkatkan angka kematian satwa liar, terutama satwa yang dilindungi. Seperti pada kasus yang terjadi di Desa Tanjung Leban, Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Minggu, 17 Oktober 2021, seekor harimau sumatera ditemukan mati dalam keadaan terjebak jerat. Hal tersebut menambah rentetan kematian satwa yang dilindungi dan meningkatkan kemungkinan punahnya mamalia tersebut. 

Selain itu, nilai ekonomis yang tinggi dari satwa-satwa liar, baik secara utuh maupun bagian-bagian tubuhnya secara terpisah meningkatkan hasrat kerakusan manusia sehingga mereka melakukan perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal. Perdagangan satwa liar ilegal merupakan kejahatan terhadap satwa yang dilakukan secara terorganisir dengan baik dan memiliki jaringan yang luas, baik secara lokal maupun internasional. Bisnis ini memberikan keuntungan yang besar dengan resiko yang kecil. Dari Indonesia sendiri, bagian-bagian tubuh satwa liar yang permintaannya selalu tinggi adalah tulang dan kulit harimau, gading gajah, sisik dan daging trenggiling, dan paruh burung enggang gading.

Terjadinya perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: belum optimalnya penegakan hukum terhadap para pelaku perburuan dan perdagangan satwa liar; kurangnya sosialisasi mengenai status perlindungan terhadap satwa liar dan informasi mengenai fungsi ekologi satwa liar terhadap masyarakat itu sendiri; kurangnya kesadaran serta pengetahuan masyarakat bahwa dengan membiarkan satwa liar di habitatnya agar dapat menjalani peran ekologinya supaya keseimbangan ekosistem dapat terjaga; dan tingkat keamanan yang rendah menyebabkan pemburu mudah memasuki hutan dan melakukan perburuan satwa liar.

Maka dari itu, perburuan dan perdagangan liar harus segera dihentikan. Pemerintah serta pihak yang berwajib harus segera membuat program untuk mencegah hal tersebut semakin meluas dan bertambah parah. Apabila perburuan dan perdagangan terus berlanjut, hal tersebut akan membuat keseimbangan ekosistem terganggu dan juga punahnya endemik khas Indonesia yang merupakan fauna kebanggaan Indonesia. Sudah sepatutnya manusia melindungi kawasan habitat satwa liar dan membiarkan mereka hidup bebas di alamnya sendiri.